Jejak Kaum Seberang di Kampung Melayu

Jatinegara tahun 1955
Sumber :
  • UPT Kota Tua

VIVAnews - ASAP hitam tebal mengepul dari knalpot puluhan bus berumur uzur. Teriakan kernet, suara pengamen dan pedagang asongan bersahutan. Riuh di tengah panasnya udara, saat terik matahari tegak. Saban siang suasana ini seakan menjadi elan dari ribuan orang yang mengadu nasib di Terminal Kampung Melayu.

Rona terminal yang menghubungkan seantero Jakarta, kentara dengan kehadiran bus Transjakarta berwarna oranye. Aktivitasnya terekam sibuk mulai dari pukul lima pagi hingga sepuluh malam. Ini potret terkini.

Sejatinya, hiruk pikuk Kampung Melayu sudah terekam sejak masa kolonial. Sebelum menjadi terminal, adalah terminal trem, kereta mini angkutan dalam kota.

Menurut tetua, Junaidi, 67 tahun, nama Kampung Melayu diambil karena mayoritas dihuni kaum Melayu dan Arab. Mereka berniaga dari menjual sayur hingga kain. "Singkat kata jadilah Kampung Melayu," seloroh Junaidi sambil mengolah soto dari warung kecilnya samping terminal.

Junaidi berkisah pada jaman Belanda tempat ini jadi terminal putaran trem. Lalu berubah menjadi pusat timbangan mobil pengangkut sayur saat ingin ke arah pusat Jakarta. Baru di tahun 1970-an berubah kembali menjadi terminal angkutan umum. "Dulu mobil angkutan mikrolet besar-besar karena pakai mobil Eropa, beda dengan sekarang," kenang Junaidi.

Kisah lain menyebutkan. Kawasan ini pada abad ke-17 dijadikan tempat pemukiman orang-orang Melayu yang dari Semenanjung Malaka (sekarang Malaysia) di bawah pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus.

Wan Abdul Bagus adalah anak Ence Bagus yang terlahir di Patani, Thailand Selatan. Konon dia dikenal sebagai orang cerdas baik administratif maupun di lapangan sebagai perwira. Tak heran jika dipercaya VOC, sebuah persekutuan dagang dari Belanda atau yang mashur disebut Kompeni. Menjelang akhir hayatnya ia dipercaya bertindak selaku Regeringscommisaris, semacam duta, ke Sumatera Barat. Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716, ketika usianya genap 90 tahun.

Tapi menurut ahli sejarah Jakarta, Alwi Shahab, menjadi ciri khas  Kampung Melayu sejak dulu adalah banyak ulama asli Betawi. Tak heran jika masjid di sekitarnya terbilang banyak. Mereka adalah KH Abdulah Safii, KH Nur Ali, KH Attahiriyah. "Mereka ahli-ahli silat juga," katanya.

Selain menjadi kampung religius, juga menjadi pusat buah-buahan di tahun 1950. Banyak nama jalan yang menjadi legenda. Misal, Jalan Pedati. Diberi nama itu karena tempat menyimpan pedati. Pula Jalan Penghulu, karena dijadikan tempat menikah, pun kini masih ada.

Dahulu, ketika orang ingin ke Jatinegara, itu sudah beranggapan seperti keluar kota. Orang-orang dahulu lebih mengenal Mister Cornelis ketimbang Kampung Melayu. Sehingga namanya dikenal dengan Mester, yang artinya Tuan. Cornelis adalah orang Belanda.  Dia datang sebagai penginjil untuk Bahasa Melayu

Dahulu Belanda juga membuat benteng. Benteng itu untuk menghindari perompak-perompak dari daerah musuh Belanda yang sekarang disebut Banten dan Mataram.

Alwi tidak menampik kawasan ini banyak diisi dengan orang Melayu. Tapi dari dulu memang sudah diisi beberapa etnis. Ini strategi Belanda yang ingin memecah belah. Dari sinilah, kemudian dikenal dengan nama Kampung Melayu.

Prabowo Ingin Bentuk 'Executive Heavy" dengan Rangkul Semua Parpol, Kata Peneliti BRIN
Reskrim Polres Metro Jakarta Barat meringkus sipir taksi online bernama Michael Gomgom (30), yang menodong dan memeras seorang wanita yang menjadi penumpangnya.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Reskrim Polres Jakarta Barat, meringkus sopir taksi online, Michael Gomgom (30), yang menodong dan memeras seorang wanita yang menjadi penumpangnya. Dia sedang istirahat.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024