Cuma 6 Persen Ruang Terbuka Hijau di Jakarta

Wisata cagar budaya di Taman Prasasti, Jakarta
Sumber :
  • Antara/ Paramayuda

VIVAnews - Jakarta dituntut menjadi kota hijau untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang sudah mulai dirasakan di berbagai belahan dunia. Dengan populasi penduduk yang sudah mencapai 9,6 juta jiwa, ditambah lagi komuter ke Jakarta sebanyak 2,5 juta di siang hari, Jakarta 'dipaksa' menjadi kota yang ramah lingkungan.

Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), mewajibkan setiap kota menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30 persen dari luas wilayah kota. Peraturan ini kemudian diaplikasikan ke dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2011-2030.

Dalam Perda RTRW DKI Jakarta, RTH sebanyak 30 persen tersebut terdiri dari 10 persen lahan privat, 14 persen publik, dan 6 persen lahan privat yang bisa dimanfaatkan untuk publik. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri hingga kini mengaku masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan RTH untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota hijau.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan RTH di Jakarta saat ini baru ada sebanyak 6 persen saja. Itu artinya Jakarta masih mengalami defisit yang sangat besar dalam membuka RTH.

"Kita nyari barangnya dari mana? Dari jalan kita dapat sekitar 6,2 persen jadi RTH baru 12 persen. Saya pesimis RTH 20 dan 10 persen untuk Jakarta, 30 persen itu berarti kurang lebih 200 kilometer persegi, berarti 200 kali luas Monas. Siapa yang bersedia pindah dari Jakarta untuk membuka RTH? Walaupun kalau diminta memberi tanahnya, dunia akhirat pasti enggak akan mau," kata Fauzi Bowo.

Di Asia sendiri, Jakarta tertinggal jauh dengan kota-kota besar di negara tetangga seperti Singapura, Tokyo, Osaka, Yokohama, Hongkong, Seoul, dan Taipei. Kategori penilaiannya sendiri berdasarkan delapan indikator, yakni Energi dan CO2, transportasi, guna lahan dan bangunan, persampahan, air, kualitas udara, sanitasi dan tata kelola lingkungan (sumber: Asian City Report).

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, dalam bukunya yang bertajuk 'RTH 30%!: Resolusi (Kota) Hijau' memaparkan delapan strategi dalam membangun RTH kota. Pertama, sebuah kota harus menyusun rencana induk RTH dan melegalisasi Perda RTH, menentukan daerah yang tidak boleh dibangun atau dipreservasi, menghijaukan bangunan, menambah lahan RTH baru, meningkatkan kualitas RTH kota, mengakuisisi RTH privat, mengembangkan koridor hijau, serta meningkatkan peran serta masyarakat atau partisipasi publik.

Menanggapi masalah target Jakarta untuk mencapai RTH hingga 30 persen, Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Sarwo Handayani, mengungkapkan pihaknya kini tengah berusaha mewujudkannya. Namun, Yani, begitu biasa dia disapa, enggan mengungkapkan sejauh mana keoptimisan dan  langkah DKI dalam mewujudkan RTH ini.

"Hampir merata di lima wilayah Jakarta, tapi memang sebagian besar di Jakartan Selatan, karena sebagian besar pula di selatan itu kepadatannya rendah. Jadi misalnya kalau di tengah Koefisien Dasar Bangunannya 60 persen, di selatan ada yang 20 persen ada yang cuma 5 persen. Jadi selatan relatif memang hijau karena dia sebagai konservasi air tanah," ungkapnya.

Yani tak menampik bahwa dalam RTRW DKI Jakarta 2011-2030 ditetapkan sebagian wilayah selatan Jakarta akan diubah menjadi kawasan perdagangan untuk mendukung geliat perekonomian ibukota. Namun, dia beralasan hal ini dilakukan guna mendukung adanya penyebaran penduduk, maka perlu dibangun pusat-pusat kegiatan untuk masyarakat.

Selain itu, guna memenuhi angka 30 persen, salah satu hal yang akan dilakukan oleh pihak Pemprov DKI adalah dengan pengaturan luas tanah untuk membangun rumah-rumah. DKI sangat mendukung pengembang yang ingin membuat rumah susun.

Banyaknya bermunculan rumah susun diyakini akan membuat lahan yang dijadikan pemukiman berkurang, sehingga lahan tersebut nantinya dapat dijadikan RTH publik. Dengan berdirinya rumah susun ke depannya sebagai hunian bagi masyarakat Jakarta, RTH akan semakin meningkat.
 
Selain adanya RTH sebanyak 30 persen, atribut lain yang dijadikan sebagai standar untuk menjadi kota hijau adalah perencanaan dan perancangan kota ramah lingkungan. Selain itu, adanya penerapan transportasi yang berkelanjutan juga merupakan salah satu syarat sebuah kota agar layak disebut sebagai kota hijau.
 
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi di Jakarta adalah menggunakan gas sebanyak mungkin. Penggunaan gas sebagai pengganti bahan bakar ini meskipun tidak sepenuhnya zero carbon, tetapi paling tidak termasuk bahan bakar dengan low carbon.

Namun, masalah pengadaan gas ini pun bermasalah karena pasokan gas dari Perusahaan Gas Negara (PGN) sendiri masih kurang dari yang dibutuhkan Jakarta saat ini, khususnya untuk menunjang sarana transportasi massal seperti busway TransJakarta.

Jadi, akankah Jakarta menjadi kota hijau pada 2030?

Organisasi Liga Muslim Dunia Ucapkan Selamat ke Prabowo: Semoga RI Makin Maju
VIVA Militer Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila

Rekam Jejak Luar Biasa Raja Aibon Kogila 821 Hari Jadi Komandan Pasukan Tengkorak Kostrad TNI

Dari hidupkan kota mati di sarang OPM hingga sejahterakan prajurit.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024