- ANTARA
VIVAnews - Sistem persinyalan KRL Jabodetabek memiliki serangkaian persoalan yang kompleks. Sehingga tidak heran jika gangguan persinyalan sering mengakibatkan terhambatnya perjalanan KRL.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lukman Hakim, mengatakan selain banyaknya sinyal yang berumur tua, prasarana vital ini kerap dicuri atau rusak. Salah satu alat yang sering hilang adalah penangkal petir.
Menurutnya, prasarana perkeretaapian yang terdiri dari jalur, stasiun, dan fasilitas operasi kereta harus mempunyai tingkat keandalan yang tinggi agar kereta dapat beroperasi prima. "Penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib merawatnya agar tetap layak operasi," kata Lukman kepada VIVAnews, Kamis 5 Juli 2012.
Peneliti Perkeretaapian Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Taufik Hidayat, menambahkan untuk menjamin kelaikan prasarana, wajib pula pengujian dan pemeriksaan. Artinya prasarana yang lulus uji pertama diberi sertifikat uji pertama dan yang lulus uji berkala diberikan sertifikat uji berkala.
Dia mengungkapkan saat ini kondisi persinyalan kereta api di Indonesia sekitar 60 persen masih sistem mekanik, dan sisanya eletrik. Taufik menyebut, dari 529 stasiun, sistem persinyalan pada 316 stasiun masih berupa mekanik, dan 213 stasiun berupa sistem elektrik.
Juru bicara KRL Mania, Agam Fatchurrochman, menilai terjadi saling lempar tangung jawab antara PT Kereta Api dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Sehingga penanganan sistem persinyalan tidak bisa optimal.
Menurut dia, dikeluarkannya Peraturan Presiden yang mengatur pelimpahan kewenangan mengelola prasaran kereta dari Ditjen KA ke PT KA, tidak menyelesaikan masalah. Justru, kata dia, hal itu mengakibatkan PT KA harus menanggung semua masalah. "Dan PT KA pun membebankannya lagi kepada penumpang dalam bentuk kenaikan tiket. Padahal kalau menurut UU ini kewajiban negara," ucap Agam. (sj)