Meraba Roh Djakarta Fair

VIVAnews - Perhelatan menyambut ulang tahun kota Jakarta selalu identik dengan acara Pekan Raya Jakarta (PRJ). Sejak kali pertama digelar tahun 1968, PRJ merupakan sebuah pasar malam yang syarat dengan kebudayaan Betawi di tengah pusat kota.

IPK 2,77 dan Lulusan ITB, Ridwan Kamil: Saya Pasti Enggak Bisa Kerja di KAI, tapi Buktinya...

Namun kondisi ini berubah sejak PRJ dipindahkan dari Monas ke eks bandara pertama, Kemayoran, tahun 1992.

Pasca kepindahan lokasi PRJ, menjadikan event tersebut mengalami perubahan makna dan kehilangan roh akan semangat pasar malam yang kental dengan unsur kebudayaan.

Roh itu tergerus dan sirna, termakan dengan semangat hedonisme. Kini perhelatan pasar malam itu, tak jauh sama persis layak sebuah mal.     

Menurut sejarahwan Jakarta  Alwi Shahab, PRJ ketika dulu dibangun sampai dengan sekarang, sudah kehilangan rohnya. Artinya banyak sekali pemutasian dari sebuah pasar tradisional menjadi sebuah pasar yang kental dengan aroma  hedonis.

Bagi Alwi, PRJ merupakan wadah di mana masyarakat Jakarta bisa menjadi menikmati pasar rakyat sekaligus mengenal kebudayaan. Tapi semenjak dipindahkan ke tempat eks bandar udara pertama, Kemayoran, ini menjadi sirna, bahkan tidak seramai dulu.

Selain itu, dipindahkannya PRJ juga merupakan salah satu faktor yang membuat antusias warga Jakarta untuk mengunjungi event tersebut menjadi berkurang. "Dahulu sangat ramai, karena bertempat di Monas yang merupakan pusat kota, aksesnya mudah dan startegis. Pengunjung dari luar Jakarta seperti Depok dan Bekasi tinggal naik kereta dari Stasiun Gambir," katanya kepada VIVAnews.

Tapi saat PRJ dipindahkan ke Kemayoran, aksesnya menjadi sulit. Apalagi tempat saat ini sudah mirip dengan mal, bukan di lapangan terbuka seperti dahulu kala. "Jadi tidak ada yang istimewa, warga malah milih ke mal saja," imbuhnya.

Alwi mengingat kembali dimana saat PRJ masih berada di Monas tidak pernah sepi dari pengunjung. Di setiap sudut terdapat pertunjukan kebudayaan, makanan khas betawi, pasar murah, bahkan permainan judi.

Hal senada juga diungkapkan Rukaesih, 68 tahun, warga Kebon Kacang ini mengaku tidak pernah absen ke PRJ saat berada di Monas. "Dulu event itu selalu ditunggu-tunggu warga Jakarta," katanya.

Tapi semua itu berubah drastis ketika PRJ dipindahkan ke Kemayoran. Pasar Rakyat yang kental dengan Kebudayaan mengalami pergeseran, menjadi seperti mal.

PRJ sebelumnya selalu digelar di kawasan Monas, Jakarta Pusat yang memiliki luas tujuh hektare.
Namun, sejak 1992 penyelenggaraannya  dipindah ke Kemayoran, Jakarta Pusat di atas lahan seluas 44  hektar. 

Lokasi kawasan Monas dikembalikan fungsinya sebagai ruang  terbuka hijau (RTH). 

PRJ pertama kali digelar 5 Juni hingga 20 Juli 1968 dan dibuka  Presiden Soeharto. Peresmian PRJ itu ditandai dengan melepas merpati pos.

Ketika itu namanya belum PRJ tapi Djakarta Fair yang  biasa disingkat DF. Kemudian DF berubah menjadi Jakarta Fair yang  kemudian lebih populer dengan sebutan Pekan Raya Jakarta.

Gagasan PRJ lahir dari Gubernur Ali Sadikin. Ketika itu Pemda Jakarta ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama.

Selain itu, Pemda Jakarta ingin menyatukan berbagai pasar malam yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta.

Pasar Malam Gambir yang setiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas) juga merupakan inspirasi dari pameran yang diklaim sebagai pameran terbesar ini.

Kemudian, agar lebih sah atau resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.

Penyelenggaraan PRJ atau Djakarta Fair ini, dari tahun ke tahun mulai mengalami perkembangan. Jumlah pengunjung dan pesertanya  bertambah dan bertambah terus.

Dari sekadar pasar malam  bermutasi menjadi ajang pameran modern yang menampilkan berbagai  produk, dan kini menyuguhkan pasar murah bagi keluarga.

Tercatat, PRJ 1968 atau DF 68 berlangsung mulus dan boleh dikatakan sukses. Mega perhelatan ini mampu menyedot pengunjung tidak kurang dari 1,4 juta orang. Begitu juga PRJ 1969 atau DF 69 memecahkan rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari.

PRJ pada umumnya berlangsung 30 – 35 hari. Bahkan Presiden AS pada waktu itu Richard Nixon datang ke Indonesia , sempat mampir ke DF 69.

Hingga tahun ke 2008, penyelenggaran PRJ telah berumur 41 tahun dalam Kemeriahan HUT DKI Jakarta ke 481.

Pertemuan Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar Usai Pemilu 2024

Prabowo Bertemu Cak Imin, PAN: Jangan Langsung Artikan PKB Sudah Pasti Gabung

Setelah penetapan KPU, Prabowo selaku Presiden terpiih mendatangi markas PKB untuk menemui Cak Imin. Elite pendukung Prabowo pun ikut merespons.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024